Allah Pun Pernah Merasa Kehilangan


12 September 2010
37/Th. C/II/10

Setiap orang akan merasa kehilangan jika ditinggal pergi atau berpisah dengan seseorang yang dikasihinya, apalagi jika itu seorang sahabat dekat. Bahkan seseorang sudah bisa merasa kehilangan jika lupa menaruh barang atau uangnya. Memang peristiwa kehilangan bisa terjadi kepada siapa saja, di mana saja dan kapan saja, karena tidak seorang pun terbebas dari ikatan pada tempat atau ruang. Sebab Anda tidak dapat berkata kepada waktu, “aku ingin tetap muda”, sebab umur Anda bertambah bersamaan dengan berjalannya waktu hidup. Anda tidak juga bisa mengulang peristiwa yang sudah lewat. Artinya, peristiwa yang sudah lewat itu adalah suatu kehilangan.

Namun bagaimana dengan Allah yang berkuasa atas ruang dan waktu? Pernakah Dia merasa kehilangan? Kalau itu benar terjadi dan dialami Allah, sungguh peristiwa yang sangat luar biasa. Allah merasa kehilangan!!!

Injil yang kita renungkan minggu ini, ternyata memberi inspirasi, bahwa Allah juga bisa merasa kehilangan. Tentu saja bukan kehilangan barang, uang atau bahkan waktu, karena Dia tidak terikat ruang dan waktu. Dia tidak pernah menjadi lebih tua atau menjadi lebih muda. Lalu, kehilangan apa?

Kehilangan Anda! Anda sangat berharga di mata Allah. Anda adalah kekayaan Allah, harta Allah, karena Anda adalah ciptaanNya. Anda adalah gambaran/citra Allah, bagian dari pancaran wajah Allah, percikan ke-ilahian-Nya. Maka, kalau Anda hilang, betapa besar kerinduan Allah untuk mencari dan menemukan Anda. Hilangnya Anda di mata Allah, bukan karena kematian, melainkan karena dosa!

Kehilangan satu jiwa manusia, bagi Allah lebih menyita perhatianNya dari pada 99 jiwa manusia yang saleh. Karena itu, jika jiwa manusia itu bertobat, Allah berpesta dengan segala sukacitaNya dan kegembiraanNya, seperti bapa yang menemukan
kembali anak bungsunya yang hilang. Kebaikan dan kasih bapa melupakan segala kesalahan si bungsu, bahkan kata-kata tobatnya tidak didengarnya lagi. Sebab mata bapa menembus pertobatan hati, bukan kata-kata. Tidak hanya itu, bapa juga mengembalikan si bungsu kepada martabatnya sebagai anak. Kasih bapa ini jauh melebihi segala keinginan si bungsu, menjadi upahan bapanya.

Mungkin Anda termasuk kelompok domba yang 99 itu. Jika benar, jangan heran kalau Anda juga merasa sering ditinggalkan. Jeritan doa-doa Anda sepertinya tidak lagi didengarkan Allah. Seperti domba yang 99 itu, mungkin ada merasakan hidup yang kosong! Tidak tahu harus berbuat apa, berjuang untuk siapa. Segala hal tampak sia-sia, dan hati Anda menjerit, “Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau meninggalkan daku!”
Anda yang merasa menjadi seekor domba hilang yang belum ditemukan oleh Allah maupun yang merasa sebagai menjadi 99 domba yang sudah ditinggalkan Allah, ingatlah selalu akan belaskasih Allah. Berjalanlah di tepi pantai yang pasirnya putih. Setelah berjalan jauh, cobalah Anda lihat jejak kaki Anda, ada berapa pasang? Tentu saja hanya ada sepasang karena Anda sendirian. Tetapi bernarkah begitu? Tidak!! Jejak itu hanya sepasang, sebab Tuhan tidak berjalan di samping Anda, tetapi Ia menggendong Anda.

Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Setiap kali Anda berjalan, dan meninggalkan jejak, ingatlah kata-kata Tuhan ini, “Anak-Ku, itulah saat di mana Aku sedang menggendong engkau.

Allah Harus Makin Besar dalam Kemanusiaanku
Pastor Louis Antonny Wijaya, SCJ

Sumber, dan berita warta paroki lain silahkan download di Warta Paroki 12 Sep 2010.

Pos ini dipublikasikan di Warta Paroki. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar